Monday, October 31, 2005

Seperti Duryudana

Seperti Duryudana, rasa rendah diri yang tidak perlu selalu muncul pada sebuah pribadi yang labil. Duryudana dengan kompleks yang dimilikinya, selalu menyalahkan lingkungan dan mengintrusi masalah-masalah sepele menjadi sebuah masalah besar dengan cara-cara yang tidak perlu. Ia yang sebenarnya merupakan sosok pemimpin, tak bisa mengakomodasikan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya untuk menciptakan vektor yang sinergis bagi diri dan lingkungannya, sebaliknya, ia merusak seluruh potensi yang ada dengan mengakuisisi seisi dunia. Layaknya Duryudana, banyak kelompok-kelompok masyarakat yang dirugikannya, walaupun sebenarnya seluruh potensi untuk maju berada pada genggamannya. Mengapa demikian?

Fenomena seperti ini adalah sebuah keniscayaan pada sebuah masyarakat medioker. Tidak dapat dipungkiri bahwa masayarakat Indonesia yang penuh dengan dinamika sosial yang kompleks, gesekan kepentingan baik yang bersifat emosional psikis, maupun kepentingan-kepentingan ego yang tinggi tidak bisa dihindarkan. Namun, jika justifikasi kebersamaan dapat diambil dan respek yang berasal dari lubuk hati yang mengutamakan hakekat manusia berbudaya yang santun diutamakan, damai yang dinantikan oleh segelintir manusia Indonesia yang mau membuka hatinya, tidak hanya berupa angan-angan yang tak kesampaian.

Percayalah.

Sebuah pengakuan Duryudana di akhir hayatnya pada Krishna dan Yudhistira merupakan sebuah cermin bagi setiap orang:

Aku tahu mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi sesuatu dalam diriku mendorongku dengan kuat untuk selalu menolak hal-hal yang baik, dan melakukan semua hal buruk.

Akukah itu?

Sunday, October 30, 2005

30% Orang Jawa Barat Sakit Jiwa?


Bagaimana rasanya mengetahui 1 dari 3 orang temanmu sakit jiwa? Begitulah kira-kira pesan yang ditulis di Pikiran Rakyat edisi 28 Oktober 2005. Grafik di atas menggambarkan presentase mereka yang memiliki gangguan jiwa yang dipantau oleh RS Jiwa Cimahi. Ternyata presentase warga Jawa Barat terbesar yang mengalami gangguan jiwa adalah mereka yang strata pendidikannya SD (42%). Menurut RSJ Cimahi, bagian terbesar dari mereka yang mengalami gangguan jiwa adalah mereka yang usianya berada di antara 25-44 tahun.
Penyebabnya? Bisa bermacam-macam, namun terutama karena himpitan hidup yang semakin berat merupakan katalisator bagi pertumbuhan positif penderita sakit jiwa. Berserah diri dan sabar merupakan obat mujarab agar terhindar dari gangguan jiwa.

Friday, October 28, 2005

Jengah Menjadi Bangsa Indonesia

Om Swastyastu,

Barangkali ada teman yang berlangganan Indovision, semalam ada tayangan di Cinemax sebuah film Canada berjudul 'I Accuse' diperankan oleh Estella Warren sebagai Jensen Kimberly. Konon diambil dari kisah nyata, dimana Kimberly di lecehkan secara seksual oleh dokter yang merawatnya, bernama Richard Darian. Dia berjuang menuntut Darian yang merupakan tokoh terkemuka di masyarakat. Akhirnya Kimberly berhasil, dan Darian di depan sidang pengadilan mengakui segala perbuatannya, namun dengan kata-kata pembelaan seperti ini :

"Sidang harap maklum, bahwa saya lahir dan dibesarkan di Indonesia, di negeri dimana hukum tidak berlaku, manusianya egois, mementingkan diri sendiri, kaum wanita yang biasanya mudah terpikat uang, dan tidak mempunyai harga diri, maka sifat prilaku saya menjadi seperti mereka, sehingga mudah melecehkan wanita. Untuk itu saya mohon maaf"
Bhagawan Dwija - HDNet

Wednesday, October 26, 2005

Iblis Minta Pensiun

Ahmad Syafii Maarif

(Diambil dari Republika)

Pada 19 Oktober 2005, pukul 01.57.43 dini hari, saya menerima SMS dari seorang pengamat sosial politik yang juga pengusaha sukses yang bunyinya sebagai berikut (bahasa sedikit saya ubah): ''Iblis minta pensiun muda. Allah bertanya: 'Wahai Iblis, kenapa kau kembali kepada-Ku, padahal engkau sendiri yang minta untuk menggoda manusia?' Iblis menjawab: 'Hamba yang ahli fikih mencuri dana umat, Mahkamah Agung yang seharusnya adil dan bijak malah memeras, terima sogok. Hamba khawatir justru kami yang tergoda oleh manusia. Maka kami minta pensiun dini saja'.'' Astaghfirullah al-'adzim.

Terus terang saja, saya geli tetapi terkagum-kagum membaca SMS yang cukup sinis dan tajam dalam menggambarkan kondisi masyarakat kita sekarang ini. Luar biasa hebat penciptanya. Sebenarnya, sebagaimana pernah saya katakan, kita hampir kehilangan kosa kata untuk melukiskan moral bangsa yang semakin memburuk dari hari ke hari. Apalagi aparat penegak hukum telah turut berperan untuk menjadikan keadaan semakin runyam, sekalipun kita belum tahu pasti apakah benar ''orang-orang terhormat'' itu telah menyalahgunakan posisinya untuk meraup benda haram.

Kutipan di atas adalah di antara cara kreatif bagaimana rakyat kita yang punya kepekaan batin menciptakan ungkapan-ungkapan sarkastik karena sudah tidak tahan menonton kondisi bangsa ini yang dirusak terus-menerus tanpa rasa dosa dan malu, sampai-sampai Iblis pun putus asa melihat kelakuan manusia karena telah mengalahkannya dalam perlombaan berbuat jahat, sehingga mohon pensiun muda.

Sarkasme semacam ini akan terus bermunculan setiap saat bilamana belum juga terbayang tanda-tanda positif dari pemerintah dan kita semua yang masih siuman untuk benar-benar berjibaku memperbaiki keadaan yang telah bobrok ini. Saya tidak tahu lagi apa sebenarnya yang dicari oleh kaum elite ini. Ada percaloan untuk mendapatkan dana untuk musibah, ada kerja berebut proyek (jika perlu dengan ancaman) dari sejumlah anggota DPR terhadap dirjen-dirjen basah agar diberi jatah.

Beberapa dirjen menyampaikan kepada saya, kelakuan mereka ini sama sekali tidak lagi menghiraukan sisi profesionalisme dalam membuat usul minta proyek. Itulah sebabnya saya pernah menulis, ''Dalam kelakuan, tidak ada lagi bedanya mereka yang mengaku percaya kepada wahyu dan mereka yang tidak hirau kepada agama.'' Semuanya disikat hahis, asal ada peluang untuk itu.

Itu belum lagi kita berbicara tentang proses pembuatan undang-undang, berapa upeti yang harus dikeluarkan oleh seorang menteri agar anggota DPR yang terhormat itu menjadi tenang dan enak tidur. Pokoknya minta diberi jatah untuk dirinya dan untuk partai. Kita bisa membayangkan betapa perihnya keadaan kita, dan jangan menyesal nanti jika yang tersisa dari harta negeri ini tinggal tulang belulang yang berserakan karena dagingnya telah dilahap habis.
Alangkah buruk dan malang nasibmu wahai Indonesiaku. Anak-anakmu sendiri semakin tidak tahu diri. Filosofi mumpungisme telah menjadi agama mereka, sehingga Iblis menjadi tidak tahan dan kemudian minta undur diri karena sudah kalah bersaing dengan makhluk yang bernama manusia!

SMS di atas sampai kepada saya pada jam-jam menjelang sahur pada bulan yang serbasuci ini. Semula saya tidak mau bereaksi karena sudah jenuh mengkritik, tetapi saya ulang membacanya, batin saya tergerak lagi untuk mengulasnya. Siapa tahu dimulai bulan Ramadhan ini petualangan jahat oleh sejumlah pihak yang membuat kondisi bangsa babak belur akan berkurang. Dan tidak mustahil para petualang ini juga mahir memberikan ceramah tarawih, menasihati para jamaah agar hidup lurus, bermoral, dan jangan mencuri harta negara karena dapat berakibat runtuhnya bangsa ini.

Di sinilah peliknya situasi kita: Terjadi keretakan yang semakin parah antara kata dan laku. Kata bertutur agar orang berbuat baik, laku menempuh jalan menyimpang, semakin lama semakin larut dalam kubangan dosa dan dusta. Namun, Alquran masih menghibur kita. Kita salin misalnya makna ayat 53 dari surat al-Zumar: ''Sampaikan (Muhammad), 'Wahai hamba-hambaku yang telah melampaui batas atas diri-diri mereka [berkubang dalam dosa dan dusta], janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya [kecuali dosa syirik, lht. Al-Nisa: 48]. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Penyayang.''

Allah senantiasa membuka pintu tobat bagi mereka yang sungguh-sungguh menyesali kesalahan dan mau kembali. Dan bangsa yang sedang gerah ini menanti perubahan sikap itu dari kita semua. Siapa tahu akan ada hikmah Ramadhan tahun 1426 ini. Semoga.

Monday, October 24, 2005

Berapa Gaji Anggota DPR?

Gaji anggota DPR RI kita yang terhormat dalam sebulan adalah:

Gaji pokok : Rp. 4,2 juta
Tunjangan jabatan : Rp. 9,7 juta
Tunjangan khusus : Rp 3 juta
Tunjangan istri : Rp 420 ribu
Tunjangan anak : Rp 168 ribu
Tunjangan beras : Rp 95 ribu
Uang paket : Rp 750 ribu

Tunjangan lain-lain:
Tunjangan listrik, telpon dan PAM : Rp 2 juta / bulan
Tunjangan perbaikan rumah : Rp 20 juta / tahun
Tunjangan transportasi : Rp 70 juta / tahun
Tunjangan komunikasi intensif : Rp 3 juta /bulan
Anggaran staf pribadi : Rp 2 juta / bulan
Tunjangan sidang : Rp 150 ribu / sidang
Tunjangan panitia khusus : Rp 750 ribu / pansus
Tunjangan masa reses : Rp 150 ribu / hari + tiket pesawat
Tunjangan hotel : Rp 1,2 juta

Penghasilan tambahan:
Bisa lebih besar dari yang di atas.

Sumber: detik.com

Thursday, October 20, 2005

Bangsa yang Teledor

Oleh:
Sarlito W Sarwono
Guru Besar Psikologi UI

Saya sangat sering terbang (istilah gagahnya: frequent flyer). Bisa beberapa kali sebulan, di dalam maupun ke luar negeri. Karena itu, jatuhnya Mandala di Medan baru-baru ini, di tengah hari bolong, di tengah-tengah pasar, sempat membuat saya terenyak. Apalagi kejadian jatuhnya pesawat terbang bukan baru sekali ini (ingat jatuhnya pesawat Lion Air di Solo? Dan masih banyak lagi, lho!).

Tetapi, saya bukan penerbang atau teknisi pesawat udara. Karena itu, pasti saya tidak berkompeten untuk bicara tentang sebab-musababnya pesawat jatuh. Namun, dengan akal sehat, saya tahu bahwa pesawat terbang adalah sarana angkutan dengan teknologi sangat tinggi yang harus bebas kesalahan (zerro error). Kesalahan sedikit saja, akibatnya bisa fatal.

Padahal, sistem penerbangan melibatkan ratusan pembuat keputusan dan ribuan pelaksana, mulai dari penerbang, awak kabin, petugas menara, petugas bandara, sampai dengan manajemen dan tukang pembersih pesawat. Semuanya harus bekerja cepat, cermat, dan sesuai dengan prosedur baku di bawah sebuah komando raksasa abstrak yang bernama "sistem" itu sendiri.

Di sisi lain, sebagai frequent flyer justru saya sering melihat keteledoran di sekitar saya. Penumpang lewat calo, sehingga namanya tidak cocok dengan manifest, misalnya. Ini bukan lagi keteledoran, melainkan sudah kecerobohan yang luar biasa. Ketika ada kecelakaan, penumpang yang bersangkutan tidak mungkin mendapat santunan apa pun. Tetapi, nekat saja orang melakukannya.

Atau kursi yang tidak bisa disandarkan (macet) atau lampu baca yang tidak menyala. Hal-hal kecil ini jelas mencerminkan ketidak-telitian teknisi yang merawat kabin. Atau manajemen yang tidak membelikan suku cadang. Kalau di kabin teknisi bisa tidak teliti, tidak tertutup kemungkinan di mesin pun teknisi dan manajemen tidak bekerja teliti, atau teledor.

Apalagi tiket pesawat dijual di bawah harga tiket kereta api untuk jurusan yang sama. Akal sehat saya yang awam dalam teknologi dan manajemen penerbangan, menyimpulkan pasti ada keteledoran di sini. Kalau harga tiket makin turun, sementara harga BBM justru makin naik, dan begitu juga biaya perawatan, pelatihan dan cek rating awak pesawat, over-head cost, dan sebagainya, sudah pasti ada pengurangan
kualitas atau kuantitas dalam aspek tertentu (termasuk unsur mesin dan awak), agar harga tiket tetap dapat lebih murah dari kereta api atau kapal laut. Pasti ada keteledoran di sini.

Teledor di mana-mana

Melihat banyaknya kecelakaan dalam sektor perhubungan, rasanya keteledoran bukan monopoli dunia penerbangan. Sudah jauh lebih dulu kita dengar berita kapal tenggelam dengan puluhan korban nyawa, karena kapal yang sudah tua, tidak terawat, atau ditumpangi orang
melebihi batas. Teledor, kan? Atau bus ditabrak kereta api karena memaksakan melintas walau kereta api sudah dekat (teledor lagi!), atau karena penjaga pintu kereta api lupa menutup pintu atau petugas di stasiun lupa menyalakan lampu sehingga terjadi tabrakan kereta api
(teledor lagi). Atau anak-anak mati di atap kereta api karena kepalanya terbentur talang air. Semua karena teledor.

Contoh lain di luar sektor perhubungan juga sangat banyak: sampah dibuang sembarangan, air tidak dibersihkan (tipus, demam berdarah), raja dangdut diberi gelar profesor (pembodohan), berhubungan seks dengan pelacur malas pakai kondom (penyakit kelamin, HIV/AIDS), curi
listrik sembarangan, gang-gang pemadam kebakaran (bahasa Belandanya: brand gang) dipadati bangunan (kebakaran, mobil pemadam tidak bisa masuk), hutan-hutan ditebangi (banjir, longsor, banyak orang mati). Dan seterusnya.

Kesimpulannya: pantaslah kalau bangsa Indonesia saya sebut sebagai bangsa yang teledor! Jatuhnya Mandala, hanya puncak gunung es saja dari keteledoran yang sudah meliputi seluruh bangsa ini. Ditambah dengan mental buruk lainnya (seperti KKN), keteledoran akan mampu meruntuhkan sendi-sendi bangsa. Jadi, musuh bangsa Indonesia ternyata bukan kapitalisme Amerika, tenaga kerja murah RRC, MTV, atau terorisme jihad, melainkan kecerobohan mental kita sendiri.

Presiden mana yang akan bisa membetulkan sikap mental teledor itu? Susilo Bambang Yudhoyono-kah? Bukan. Sebab, tidak akan ada presiden yang bisa. Yang harus melakukannya adalah kita semua, seluruh bangsa ini, dengan mengubah sikap mental teledor menjadi sikap mental disiplin dan taat asas.

Diambil tanpa ijin dari sebuah komunitas internet Indonesia.

Wednesday, October 19, 2005

Masyarakat ber-Sampah-Ria!

Siapapun yang melihat hal ini akan menggeleng-gelengkan kepala. Permberdayaan dan upaya-upaya mencerdaskan masyarakat tampaknya tidak banyak mengubah perilaku smau-gue. Gambar ini memperlihatkan dengan jelas bagaimana perilaku Masyarakat ber-Sampah-Ria benar-benar menjengkelkan. Stupid? Jelas!

Tuesday, October 18, 2005

Kekerasan di Bulan Suci


Sejarah kekerasan dan anarkisme tampaknya tidak bisa lepas dari sepak terjang ormas yang satu ini. Front Pembela Islam (FPI) selalu meninggalkan bekas-bekas tak enak dalam perjalanan kemasyarakatan di negeri ini. Sehingga Kompas harus merasa perlu menuliskan bagaimana kepolisian kita menjadi pusing karenanya. Tetapi mengapa hal ini terus saja berlangsung dan menjadi fenomena klasik sepanjang bulan suci Ramadhan?

Boleh jadi FPI mengklaim bahwa kesucian Ramadhan ternodai oleh segelintir masyarakat yang dianggap FPI tidak mempedulikan kegiatan ibadah umat Islam yang tengah melaksanakan kontemplasi total. Namun apakah kemudian FPI merasa tidak perlu untuk, paling sedikit, menyadari bahwa aksi-aksinya justru merusak secara total usaha-usaha kontemplasi total tadi? Efek merusak yang diakibatkan justru menjadi lebih signifikan ketika isu ini diangkat menjadi isu keamanan nasional oleh Kepolisian Republik Indonesia.

FPI seyogyanya melakukan kontemplasi total untuk melihat diri sendiri, sebelum perlawanan sosial masyarakat luas merebak karena masyarakat luas sudah muak terhadap kekerasan yang tak henti-hentinya disodorkan sebagai menu sehari-hari. Apakah FPI ingin menempelkan label "kekerasan" pada budaya generik masyarakat Islam? Walahualam!

Thursday, October 13, 2005

Jackpot!

Menggembosi Mafia Peradilan

Pemberantasan korupsi dalam sistem peradilan yang sarat praktek mafia peradilan sesungguhnya bak mimpi di siang bolong. Pemberantasan korupsi harus dimulai dengan membumihanguskan korupsi di peradilan, dengan memutus rantai kenikmatan para pelaku mafia peradilan: the real terrorists. Demikian Denny Indrayana, seorang praktisi Hukum Tata Negara mengungkapkan di Tempo Interactive baru-baru ini. Memang, seperti permainan kartu domino yang telah dijatuhkan, kartu-kartu domino yang lain akan menyusul dan mulai menghentak dan menggedor pintu-pintu hukum yang tak terjamah selama ini. Tayangan gamblang di televisi nasional seakan-akan menghentak kabut yang menutupi nurani selama ini. Gambaran abu-abu yang menaungi lembaga peradilan bangsa ini tiba-tiba diusik. Mata setiap insan nanar menatap sebuah kenyataan bahwa institusi agung yang seharusnya merupakan benteng terakhir dari berdirinya nilai-nilai keadilan di negeri ini tampak seperti seonggok kotoran busuk. Mafia Peradilan ternyata sebuah kenyataan yang sangat pahit!

Praktek jual-beli putusan hingga tataran Mahkamah Agung tiba-tiba mengemuka dan menjadi borok yang sangat menjijikkan. Probosutedjo tiba-tiba menjadi sebuah sosok sentral yang berhasil menggulirkan issue ini sehingga orang yang paling goblokpun dapat mengerti apa yang terjadi pada sistem peradilan kita ini.

KPK telah berusaha untuk masuk pada masalah ini. Bagir Manan-pun merasa perlu untuk membela diri dan berteriak di media massa bahwa ini adalah fitnah keji pada institusi seagung Mahkamah Agung. Namun satu hal yang harus dicermati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam kasus memalukan ini;

  • Mafia Peradilan bukan barang baru. Para praktisi hukum di negeri ini "maklum" akan hal ini. Denny Indrayana, misalnya, tidak akan menulis dengan segamblang dan sejelas itu jika ia tidak tahu apa-apa. Dan sama sekali tidak ada bantahan eksplisit dari para praktisi hukum tentang hal ini. Hanya seorang Bagir Manan yang tiba-tiba merasa perlu untuk menyatakan bahwa fitnah keji ini telah mencoreng-moreng MA yang kredibilitasnya telah dibangun dengan susah payah. Walahualam.
  • Seorang pemimpin yang baik, akan dengan serta merta mengartikulasikan pendapat umum dengan sebuah aksi yang tepat dan efisien. Bagir Manan sama sekali tidak merespon secara positif issue mafia peradilan yang telah mengemuka sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, karena mungkin nilai-nilai ini telah menjadi budaya di lingkungan ini.
Memang, untuk menggembosi mafia peradilan di negeri ini, diperlukan sebuah tindakan yang sangat radikal pada sistem peradilan kita.

    Wednesday, October 12, 2005

    Cakrawala


    • My Musing:: Bukan anak-anak yang salah. Walaupun seperti biasa, menurutku kita selalu harus memulai perubahan dari lingkungan sendiri, misalnya dengan mendidik anak dengan lebih baik, menjadi orang tua asuh dan sebagainya, memang persoalan anak di negara kita terlalu besar kalau harus kita tangani sendiri. Sepertinya perlu tekanan dari kita untuk membuat pemerintah bergerak dan menggunakan uang pajak yang kita bayar untuk memperbaiki nasib anak-anak Indonesia
    • Info Grafis - Bom Bunuh Diri:: Sebuah tragedi yang seharusnya memancing empati manusia yang masih memiliki hati nurani.
    • Angelina Jolie dan Penghargaan Kemanusiaan:: Ucap Jolie, "Sangatlah canggung bagi saya menerima sebuah penghargaan atas sesuatu yang selama ini merupakan hal terbesar dalam hidup saya, selain dua anak saya, Zahara dan Maddox."
    • Pena A.R.I.S. :: Hantaran tema-tema religi yang tampaknya tidak berbeda dengan yang lain, tetapi memiliki nilai-nilai yang patut disimak.
    • Indari Mastuti:: Motivasi! Motivasi! Hal yang paling sulit adalah memulai! Sebuah wawasan sederhana dengan arti segunung.

    Kemana Empati?

    Paty, istriku pernah menantangku pada sebuah kesempatan kecil, apakah kita bisa melihat empati manusia Indonesia akhir-akhir ini? Saat itu aku tidak bisa serta merta menunjukkan hakikat manusia Indonesia dalam karikatur model, entah itu diejawantahkan dalam sebuah kebudayaan luhur bangsa ataukah itu diartikulasikan dalam sebuah perkembangan sosio kemasyarakatan bangsa. Hatiku hanya berbisik kepadaku, entah!

    Sebagian kalangan pemuda Indonesia berusaha untuk menemukan jati dirinya melalui berbagai kultur yang dibangun dari remah-remah informasi yang berusaha dikumpulkan dari sana-sini. Kadang-kadang jalan menuju ke sana tidak mudah, karena membutuhkan wawasan matang yang mau menerima opini orang lain dan terbuka pada perbedaan yang mungkin timbul setelahnya. Yang ada adalah, mereka dibutakan oleh indoktrinasi yang tak lembam, dan tampaknya pembenaran berdasarkan sang Khalik bisa dipuntar-puntir. Logika yang tampaknya mudah saja bagi sementara orang, tetapi tampak rigid pada sebagian orang yang lain. Susah-susah gampang. Sialnya, diskusi tak memiliki opsi lain, ketika hal tersebut telah sampai pada "kebenaran hakiki".

    Stop, pokoknya aku yang benar! Loe salah semua!

    Kemana empati? Kemana semua rasa hormat? Kemana nilai-nilai luhur budaya bangsa yang menjunjung azas kekeluargaan? Apakah Bhineka Tunggal Ika sekarang menjadi kata-kata yang haram untuk diteriakkan? Yang ada memang adalah demam berkepanjangan, rasa tak adil menyeruak keluar, dan aku hanya terpana menatap satu persatu, pelan-pelan, nilai-nilai kemausiaan terbunuh di negeri ini.

    Katika Paty, istriku mengingatkanku pada tantangannya, aku menyerah! Aku tak melihat lagi empati di negeri ini. Mungkin aku salah, aku memang berharap demikian.

    Monday, October 10, 2005

    Yoga = Dosa?

    Memang, Yoga adalah ajaran Hindu. Dan memang Yoga telah mendunia karena ajaran Hindu yang satu ini sangat bersifat universal, karena manfaat dan implikasinya telah dirasakan oleh orang-orang yang mengaplikasikan ajaran ini, siapapun dia, apapun agamanya. Dan memang, para universalist selalu mendapat tantangan untuk bergerak maju, walaupun sering kali alasan-alasan yang digunakan sering tidak masuk akal.
    Artikel berikut ini diambil dari news24 tanpa ijin.


    Egypt: 'Yoga is a sin'

    01/10/2004 12:24 - (SA)
    Cairo
    - A recent fatwa, or religious ruling, against yoga in Egypt has alienated even some of the most devout Moslems who have decided to defy the decision. Jihane Babiker, an Egyptian businesswoman who describes herself as "a devout Moslem by conviction", is one. "Without a doubt, I am all for yoga and will unfortunately disregard the fatwa," she says.

    An ex-model who abandoned her career, donned the veil and holds weekly English language religious sessions with other women, Babiker is frustrated at what she describes as the mufti's "often insufficient responses to people's enquiries". Last week, in response to one enquiry from an unidentified Egyptian, the Grand mufti of Egypt Ali Gomaa declared yoga a sin for Moslems.

    Link with Hinduism
    The ruling by the mufti, highest authority on Islamic law, stipulates that yoga is a sin because it "is considered one of the ways of practising Hinduism and therefore should not be used for worship."
    "Even if Moslems do not know the link with Hinduism, it is a sin," the ruling said. Islam recognises only Christianity and Judaism as religions. Dr Fayza Khater, a professor at al-Azhar University, the seat of Islamic learning, supports the mufti's ruling because it "protects people from deviating from Islam".

    "People are lost and deviation is very easy. I believe the mufti made the right response," Khater says. However, the tiny community of yoga instructors and practitioners in Egypt is frustrated.
    Gigi, a 47-year-old Moslem yoga instructor, has been giving yoga lessons in Egypt for 15 years. She says she feels personally targeted by the fatwa and is convinced the mufti "does not know what he is talking about". However, Gigi is submissive about the ruling being yet another "natural development to what we have been witnessing," citing a ruling by the former mufti declaring a handshake between a man and a woman a sin.
    "Just as men and women did not stop shaking hands, I will not stop practising and teaching yoga," she says defiantly. A fatwa or religious ruling has no bearing on the legal system in Egypt.

    Benefits to body and mind
    Gigi gives yoga classes to about 50 people each week, more than half of them Egyptians. Many of her students resort to the practice as part of a healing process from an illness and Gigi is proud to be able to make a difference. In 2001, Islam Online, a conservative Islamic media website, published an article about the similarities between Moslem prayer postures and that of yoga and its benefits to body and mind.

    "Yoga movements are similar to the Moslem prayer positions. So are prayers a sin?" asks Gigi. Khater argues that instead of yoga, people should just resort to one of Islam's pillars: praying five times a day. "Prophet Mohammed used to meditate after prayers. There's no need for yoga," he said. - DPA

    Sunday, October 09, 2005

    Sapa dan Senyum

    Tidak mudah mendapatkan sapa dan senyum di Indonesia! Namun, aku selalu mendapatkannya, kapan saja, di Bank Niaga Kampus ITB. Pak Satpam yang menunggu di meja resepsionis di bagian depan bank selalu mengucapkan "Selamat Siang, Pak", dan selalu siap membantu. Service Excellence!

    Sunday, October 02, 2005

    Bom Bali Babak 2: Persetan Kau Teroris!

    Persetan kau teroris! Kau hanya mampu meneror hatimu. Kau hanya mampu menebar rasa takut pada kelompokmu, pada keluargamu. Karena pada dasarnya kau seorang penakut.

    Persetan kau teroris! Rasa takut tidak pernah singgah di hati kami. Kami tidak pernah goyah dan mundur hanya karena kau berteriak dengan bom-bommu itu. Kami pernah bangkit setelah kau memperlihatkan rasa takutmu pada berbagai kesempatan. Dan, percayalah, kami akan selalu bangkit dan akan terus membuatmu takut, karena pada hakekatnya, kami adalah sumber rasa takutmu. Dan sekarang, pasti, Indonesia akan kembali bangkit, dan Bali akan kembali sembuh dan akan menyebarkan rasa takut di hatimu.

    Persetan kau teroris! Kau tidak pernah membuat kami takut. Tetapi sebaliknya, saat ini kau dipenuhi oleh rasa takut yang tak terbatas. Karena sebenarnyalah, kau telah menanamkan rasa takut itu dihatimu yang busuk.

    Bali Kembali Berduka

    Gambar diambil dari www.raditya.com.

    Bali, kembali berduka. Bom yang meledak di Kuta dan Jimbaran pada tanggal 1 oktober 2005 petang itu memunculkan kembali kenangan tak sedap 3 tahun yang, kala kelompok Islam garis keras mendeklarasikan misinya untuk meluluh-lantakkan Bali. Duh! TV Global sempat menayangkan klip spektakuler bagaimana bom itu meledak. Dalam tayangan itu, tampak seorang pemuda (benar-benar masih sangat muda) masuk ke Cafe Nyoman dengan membawa ransel, dan BUUMMM! Bom meledak!
    Oh Tuhan, akankah damai tak akan pernah menjelang di negeri ini? Apakah Kau pernah mengijinkan sekelompok orang mencatut namaMu, dan menjadikanMu sebagai alat pembenar bagi terjadinya seluruh pembunuhan atas namaMu?
    Aku tahu. Engkau akan menjawab pertanyaan ini dengan caraMu.