Tuesday, March 20, 2007

Kontemplasi

Tidak banyak yang bisa kulihat, ketika tidak ada keinginan untuk itu. Tidak banyak yang dapat kuraih, walau sebenarnya aku telah menetapkan dimensi gerakku. Telunjukku sebenarnya telah dapat menetukan arahnya, kurasakan hal itu. Sering aku mengangguk sendiri, membenarkan isi hatiku. Namun terkadang aku ragu, apakah aku telah berjalan ke arah yang benar, mengikuti arah telunjukku.

Caka yang satu berakhir, yang lain berawal kembali. Saatnya, kurasakan. untuk merenungi itu semua. It's about my determination!, sering aku berteriak. So what? Ya, begitulah, waktu terus berjalan, habis, dan tanpa apa-apa. Namun, sering kali cinta membisikkan kata-katanya kepadaku, "Kau tidak punya waktu untukku!". Itu mungkin benar. Aku sadar bahwa aku termasuk orang yang tidak pernah mau menolak tanggung-jawab yang disodorkan kepadaku. Implikasi yang lantas timbul setelah itu seharusnya kusadari sepenuhnya. Namun kadang-kadang aku lupa untuk berandai-andai. Memang, kadang-kadang aku tidak punya imajinasi, begitu kata cinta.

Aku sempat berpikir, apakah aku memerlukan resolusi ataukah tidak. Karena kembali, telunjukku terus mengarah pada egoku. Kalau berbicara tentang benar atau salah, terkadang aku selalu memandang hal sebagai cinta yang hitam atau putih. Tak ada gradasi warna di sana. Tak ada titi nada sumbang. Yang ada adalah tonggak angkuh yang menunjuk ke arah kepalaku, terang, sempurna. Anehnya, aku selalu menyodorkan gradasi nada pada cinta. Aku tahu hal itu tidak fair. Tapi itulah aku.

Apakah aku memerlukan resolusi tahun baru? Mungkin tidak perlu. Namun aku mungkin tahu, hal itu muncul dalam ranah kesadaranku karena aku sering kali berubah menjadi defensif ketika keadaan membuatku terpojok. Apakah aku memerlukan resolusi tahun baru? Entah!

Yang pasti, aku tahu bahwa aku harus lebih baik di Caka yang akan datang. Pelahan, aku harus mengangkat bintangku dan menempatkannya di tempat yang mudah kulihat, yang pada gilirannya, akan selalu kuingat.

Monday, March 19, 2007

Terganggu

Akhir-akhir ini aku sering kali terganggu oleh hal-hal kecil. Tidak mudah memang untuk mengalokasikan berbagai masalah di kepalaku yang sudah penuh dengan berbagai masalah. Entah, mungkin karena tugas yang berjubel datang kepadaku membuatku seakan meledak. Aku mudah tersinggung, dan terkadang marah tak beralasan.

Akhir-akhir ini, Patricia sering menepuk bahuku, berbisik di telingaku, "Har, kau mudah marah!". Kalau sudah begitu, aku lantas terdiam, dan berusaha berkontemplasi. Tapi tidak mudah. Sering kali egoku muncul, dan mendadak memposisikan diriku sebagai orang tertindas.

Asap pembakaran sampah yang sore tadi memenuhi rumahku membuatku mendidih. Konsentrasiku hilang, padahal aku harus mempersiapkan soal-soal untuk ujian PTK besok. Kugelengkan kepalaku, dan mencoba untuk mengusir rasa amarahku.

Grrrhhh....!