Monday, June 23, 2008

Abadinya Perubahan

Pengalamanku beberapa kali terakhir ini bersama anak-anak HIMATEK ITB membuat aku lebih yakin akan integritas mahasiswa kita yang masih memiliki idealisme yang mungkin merupakan ide maya bagi beberapa pihak. Hasil monumental yang telah mereka perlihatkan kepadaku membuatku dapat bertepuk dada, dan tidak dapat dipungkiri bahwa kerja yang telah mereka lakukan adalah kerja besar.

Dimulai sejak setahun lalu, mahasiswa Program Studi Teknik Kimia ITB yang tergabung dalam HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) mulai bergerak. Ide itu datang begitu saja, menyediakan air bersih bagi masyarakat yang membutuhkannya. Dari berbagai riset dan studi yang layak untuk dihargai, dipilihlah masyarakat Kampung Nunukan di Cililin. Kampung ini berada persis dekat danau Saguling, sehingga sebenarnya mereka memiliki persediaan air yang melimpah, namun air yang tersedia tidak dapat digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Air waduk Saguling ini keruh berwarna hijau karena lumut yang tersuspensi di dalamnya. Dana yang dikumpulkan dari sana-sini telah tersedia. Negosiasi dengan Dr. I Gede Wenten, seorang pakar membran dari Program Studi Teknik Kimia ITB berhasil mendapatkan sebuah unit penghasil air bersih secara gratis. Dan kerja keraspun dimulai. Persis setahun yang lalu, sebuah pipa air sepanjang 200 m ditarik dari tengah danau. Sebuah pompa air berbahan bakar diesel dipasang di atas dermaga apung, digunakan untuk menarik air dari tengah danau ke Kampung Nunukan. Air tersebut ditampung dalam sebuah bak penampung. Dengan unit permurnian air berbasis teknologi membran, air kotor ini dibersihkan dan air bersih itu ditampung pada menara air berkapasitas 3 m3 untuk didistribusikan ke seluruh warga kampung Nunukan.

Kerja ini tidak berhenti di sini saja. Tidak!. Para mahasiswa ini meneruskan kerjanya di daerah lain. Sebuah unit yang identik saat ini telah berdiri di masyarakat Kampung Manteos, masyarakat di tepian sungai Cikapundung yang airnya telah terpolusi. Proficiat!.

Tidak! Mereka tidak berhenti sampai di sana. Mereka saat ini sedang sibuk mengadakan penyuluhan kepada masyarakat Ciparay tentang bagaimana cara menanam padi dengan metoda SRI (System of Rice Intensification). Pada kesempatan itu, mereka juga melakukan penyuluhan bagaimana cara membuat kompos dari sampah organik.

Ketika mahasiswa lain melakukan demo yang tidak jarang bersifat anarkis (cek: Riri Audiya, Youtube, Mertanus, Pintunet, Putu Sundika, dll), anak-anak Teknik Kimia ITB lebih memilih terjun langsung ke pokok masalah: meningkatkan harkat hidup masyarakat miskin. Cara ini adalah cara yang jauh lebih efektif dalam menyalurkan uneg-uneg sekaligus memberi ruang yang sangat luas pada idealisme yang masih terus bersemi di hati mereka. Siapa bilang mahasiswa ITB memble?

Cerita lengkap tentang:

2 comments:

Ivan Hadinata Rimbualam said...

Assm , saya mahasiswa TK ITB angkatan 2007. Saya mau menginformasikan PM Dewi SRI sudah berjalan. Penyuluhan sudah dilaksanakan beserta simulasinya. Pembangunan taman bacaan sudah difasilitasi dengan kira-kira 600 buku dan rak-rak buku dan sudah didekorasi.
Ini berguna bagi anak-anak sebagai pendidikan informal mereka. Kami juga sudah membuat saung kompos sebanyak 2 buah sebagai sarana percontohan membuat kompos untuk SRI.
Kami akan melakukan kontrolling ke Ciparay lagi mengecek Saung kompos (pembuatan kompos) dan juga keberlanjutan Taman Bacaan yang kami bangun
Berita kegiatan ini sudah dipublikasikan di situs ITB dan FTI serta di Pikiran Rakyat.
Semoga bapak terus mendukung upaya kami Himatek.

Terimakasih

Alfonso Rodriguez said...

Wah, mudah2an tulisan Bapak bisa memberi info kepada yang membaca bahwa mahasiswa taunya gak cuma belajar atau demo saja ya Pak?