Tuesday, May 20, 2008

All in Green



All in green went my love riding
on a great horse of gold
into the silver dawn.
Four lean hounds crouched low and smiling
the merry deer ran before.


Fleeter be they than dappled dreams
the swift red deer
the red rare deer.
Four red roebuck at a white water
the cruel bugle sang before.


Horn at hip went my love riding
riding the echo down
into the silver dawn.
Four lean hounds crouched low and smiling
the level meadows ran before.


Softer be they than slippered sleep
the lean lithe deer
the fleet flown deer.
Four fleet does at a gold valley
the famished arrow sang before.


Bow at belt went my love riding
riding the mountain down
into the silver dawn.
Four lean hounds crouched low and smiling
the sheer peaks ran before.


Paler be they than daunting death
the sleek slim deer
the tall tense deer.
Four tall stags at the green mountain
the lucky hunter sang before.


All in green went my love riding
on a great horse of gold
into the silver dawn.
Four lean hounds crouched low and smiling
my heart fell dead before.



ee cummings
diambil dari all in green tanpa permisi.

Memperkaya Orang Kaya

Pada pembicaraan Rancangan Pabrik siang kemarin, aku bilang kepada 3 orang mahasiswa bimbinganku bahwa para mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut agar Pemerintah tidak menaikkan harga BBM, pada dasarnya mereka sedang memperkaya orang yang sudah kaya.

Sunday, May 18, 2008

Protes Kenaikan BBM? Lho kok?

Maraknya protes tentang rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM membuat suasana politik negeri ini semakin memanas. Tapi tunggu dulu, mungkin aku adalah salah satu dari sedikit sekali kelompok yang sangat setuju dengan rencana itu. Harga BBM harus naik!. Mengapa?

Berikut adalah data yang aku peroleh dari Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja, pakar energi dari Program Studi Teknik Kimia ITB. Pada berbagai kesempatan, beliau sering kali membeberkan data berikut:

Dari APBN 2008:

  • total pendapatan negara adalah 895 triliun rupiah
  • total belanja negara 989,5 triliun rupiah

Apa artinya ini? Kita masih harus ngutang! Lantas, perhatikan data berikut:

  • Dari seluruh anggaran belanja itu, jumlah yang akan digunakan untuk mensubsidi energi adalah 187,1 triliun rupiah! Ini berarti hampir 20% dari total belanja negara! Masih enggak kebayang juga?
  • Padahal, anggaran untuk pendidikan hanya 45,3 triliun rupiah. Jumlah ini cuman 4,5% dari anggaran belanja!
  • Yang menyedihkan, anggaran RISTEK hanya 0,47 triliun rupiah, alias 0,05% dari angaran belanja.

Padahal data di atas disusun ketika harga minyak mentah dunia masih sekitar $100/barrel. Dan sudah jelas, jelas sekali, jika subsidi sebesar ini terus dipertahankan negara ini tidak lama lagi akan bangkrut! Apalagi ketika harga minyak mentah saat ini telah menembus $127/barrel!. Jika sebagian besar anggaran belanja negara disalurkan untuk mensubsidi energi, negara ini akan menjadi semakin miskin! Dan yang paling penting, ketidak-adilan akan menjadi semakin nyata, karena sebagian (sangat) besar subsidi itu akan dinikmati oleh orang kaya. Jadi aku khawatir, bahwa demo dan protes menentang kenaikkan BBM itu hanya didasari hal yang tidak tulus; ignoransi, politik, atau kepentingan ekonomi yang sangat besar.

Saat ini, yang harus dipikirkan adalah, bagaimana cara menaikkan pendapatan rakyat miskin. That's all! Hanya itu.

Monday, June 25, 2007

Marah

Sejak 2 bulan yang lalu, saya memang sedang super sibuk. Proposal yang harus dimasukkan pada tanggal 29 bulan yang akan datang, masih terus digodok. Pertarungan antar ego dan tanggung-jawab merupaka menu tim sehari-hari. Tekanan dari kiri-kanan sudah tak tertahankan lagi. Padahal, masih banyak tugas rutin yang harus saya perhatikan, termasuk tugas-tugas dari pimpinan departemen saya, atau sebagai anggota satgas dari berbagai platform. Tekanan besard atang secara tiba-tiba ketika komitmen beberapa unit dipertanyakan, padahal deadline semakin dekat. Sodokan-sodokan tak ber-perikemanusiaan terus muncul dan menghantui tidur, ketika saya tiba-tiba harus mengurusi ujian sertifikasi di unit saya. Kepala ini mau meledak, ketika Pak Taruban datang kepada saya, dan komplain bahwa dia tidak punya waktu untuk mengurusi tugas-tugas yangs aya berikan. "Lha, apakahs aya punya waktu??", saya berteriak dalam hati. Saya telah mencoba untuk melakukan pendekatan persuasif dan mencoba untuk menerangkan kondisi yang sama-sama kita hadapi. "Satu gagas, semua gagal!", itu selalu kata-kata yang saya lontarkan, sambil berharap agar Pak Taruban dapat mengerti. Mengerti, bahwa bukan hanya beliau yang harus berkorban, tetapi kita semua.
Muka saya merah padam, ketika beliau berkata kepada saya, "Dedikasi, sih dedikasi Pak, tapi saya kan perlu makan, dan saya sudah punya banyak komitmen. Masak, saya harus meninggalkan komitmen saya yang telah saya buat sejak beberapa waktu yang lalu? Yang bener aja, Pak!", celotehnya suatu saat. Saya mencoba untuk menahan diri, dan mengusap dada, "Lha kalau banyak komitmen, kenapa dulu bersedia untuk mengusulkan program pengembangan di proyek ini?", saya ngedumel dalam hati. Menahan marah, tentu.
Kemarin, saya capek sekali. Ketika saya pulang ke rumah, tiba-tiba istri saya marah-marah kepada saya hanya mungkin karena kesalah-pahaman. Saya meledak. Kepala saya pusing, dan urat leher saya menegang. Tangan saya melayang ke arah pintu di dekat saya, dan sekuat tenaga saya memukulkan tinju saya ke pintu. "Dhuuaarrr!!!", pintu meledak. Di ujung mata saya, air mata keluar memercik. Nafas memburu, dan dalam hati saya menangis. Saya merasa sangat sedih, sekaligus malu kepda diri sendiri.
Mungkin saya salah, telah membawa masalah di kantor ke rumah. Tetapi apa yang bisa saya lakukan ketika saya telah berada pada kondisi yang sangat tertekan? Saya hanya bisa menyesal, karena semua energi yang telahs aya kerahkan akhir-akhir ini untuk menahan marah, akhirnya sia-sia. Saya merasa kerdil, bersalah.
Setelah setelah itu, saya mencoba untuk meminta maaf kepada istri saya bahwa saya telah marah seperti itu, sambil menerangkan kepadanya bahwa akhir-akhir ini saya benar-benar merasa tertekan. Saya mohon kepadanya untuk membantu saya sedapat mungkin dengan memberikan dukungannya, pengertiannya.
Moga-moga ia mengerti.-

Saturday, June 23, 2007

Keras Kepala

Bu Indri terpaksa turun tangan menyelaraskan beberapa program yang tak kunjung selesai. Mas Andhar yang sudah sering stress, kembali bisa tersenyum ketika melihat pokok-pokok pikiran yang telah mulai tersusun, setelah Bu Indri mengambil alih beberapa penyusunan latar belakang dan rasionalisasi pengembangan program. Aku mendapat tugas untuk melakukan nurturing pengembangan program pemberdayaan institusi.
Setelah membaca ringkasan permasalahan yang telah dikembangkan oleh Bu Indri, mestinya sih program-program yang telah dikemas secara apik itu bisa come-up dengan mekanisme dan rancangan yang apik. Namun, tidak!
Dik Endang yang bertanggung jawab untuk mengembangkan program itu masih saja terus percaya dengan apa yang dalam kepalanya itu, walaupun secara sporadis dan kolektif, beberapa pendamping pengembang telah menyatakan bahwa apa yang ditulisnya itu salah. Jadi, tadi, sekitar jam 18:00, edisi ke-sekian dari pengembangan program pemberdayaan institusi masuk ke mejaku. Dan, duh!, masih tidak berubah. Jadi, sia-sialah apa yang telah dilakukan oleh Bu Indri yang aku tahu tadi malam tidak tidur sekejappun. Apa yang ada di kepala Dik Endang? Tidak ada yang tahu. Keras kepala.