Sepasang muda-mudi asyik menari di sebuah arena skating di sebuah pusat perbelanjaan terkemuka di Bandung, Istana Plaza. Di tengah-tengah hiruk pikuk penari-penari lainnya, mereka tampak bergerak serasi di atas lapisan es. Anggun. Gerak tangan gemulai si gadis diimbangi dengan gerak tubuh anggun si pemuda yang terus berusaha untuk mengimbangi irama gerak tari yang mereka bangun. Kecepatan luncur dan gerak gemulai yang tampak terkendali terasa sinergis di tengah kejutan-kejutan yang muncul, yang diakibatkan oleh dinamika yang bisa saja terjadi tiba-tiba. Riak gangguan tidak membuat mereka berhenti beratraksi. Justru keadaan transient yang diakibatkan oleh situasi dinamik tadi menyuguhkan keindahan alami yang berkembang secara alami pula, yang pada gilirannya mengangkat kesan harmonis yang lebih nyata. Mereka terus bergerak bersama, saling menutupi fluktuasi kinerja pasangannya. Ketika si gadis salah melangkah, si pemuda tidak berhenti untuk menunjukkan kinerjanya. Ia menarik si gadis untuk bergerak kembali bersama, meluncur dengan langkah yang lebih seksama. Ketika si pemuda bergerak terlalu cepat, si gadis memberikan aksentuasi rasa yang menyebabkan mereka jauh lebih saling mengerti dan saling menghormat.
Hal yang sebaliknya terjadi pada tetanggaku. Suami istri ini telah menikah selama bertahun-tahun. Mulanya mereka tampak harmonis. Kedua insan ini memiliki hobi yang sama, menyanyi. Jenis musik yang mereka gandrungipun sama, irama melayu. Mulanya mereka sepakat, lagu melayu ini harus dinyanyikan dengan bahasa melayu. Pada suatu ketika, sang istri merasa ada sesuatu yang kurang. Dengan menyanyikan lagu melayu dengan bahasa melayu, lagu itu tidak bisa dihayatinya dengan baik. Syahdan, pada suatu ketika ia memodifikasi lagu melayu favoritnya dengan irama dangdut berbahasa indonesia.
Hal yang sebaliknya terjadi pada tetanggaku. Suami istri ini telah menikah selama bertahun-tahun. Mulanya mereka tampak harmonis. Kedua insan ini memiliki hobi yang sama, menyanyi. Jenis musik yang mereka gandrungipun sama, irama melayu. Mulanya mereka sepakat, lagu melayu ini harus dinyanyikan dengan bahasa melayu. Pada suatu ketika, sang istri merasa ada sesuatu yang kurang. Dengan menyanyikan lagu melayu dengan bahasa melayu, lagu itu tidak bisa dihayatinya dengan baik. Syahdan, pada suatu ketika ia memodifikasi lagu melayu favoritnya dengan irama dangdut berbahasa indonesia.
Gawat, sang suami marah besar. Menurutnya, lagu melayu ya harus dinyanyikan dengan bahasa melayu. Tidak boleh ada bahasa-bahasa lainnya. Talak tigapun jatuh. Berbagai perasaan menggangguku, walaupun mungkin itu adalah urusan rumah tangga orang lain. Mengapa sang suami tidak berusaha menunjukkan dengan arif, tidak dengan meledak-ledak, bahwa jika irama melayu dinyanyikan dengan versi dangdut berbahasa Indonesia akan kehilangan cengkokan melayu yang khas itu, sehingga tidak afdol lagi untuk dinikmati? Mengapa suami istri ini tidak mencontoh pasangan muda-mudi di atas untuk saling mengerti dan saling menghormati sehingga kesepakatan langkah bisa diperoleh?
No comments:
Post a Comment