Keponakan perempuanku yang sedang beranjak dewasa bertanya kepadaku, "Ji, apakah orang lain berhak memarahiku hanya karena aku tidak percaya dengan apa yang dipercayanya?"
"Secara teknis, ia tidak berhak.", jawabku agak berdiplomatis.
"Jadi, apakah pada kenyataannya ia berhak berbuat demikian?", alisnya terangkat.
"Ya, tapi hanya di negeri ini, di Indonesia.", jawabku tersenyum.
"Oh, di tempat lain bagaimana?"
"Bahkan di negeri jiranpun, orang tidak akan ikut campur pada apa yang menjadi hak hakiki seorang manusia lain. Ya, hal itu terjadi hanya di negeri ini, Indonesia."
"Mengapa mereka berbuat seperti itu?"
"Karena itulah yang diajarkan pada sebagian manusia Indonesia.", jawabku sambil lalu.
"Oh, jadi ajaran yang diajarkan di Indonesia itu keliru?"
"Ya dan tidak."
"Lho kok jawabannya plin plan?"
"Begini Ca, ya karena memang itulah kenyataannya. Ajaran untuk membenci dan memusuhi orang lain yang tak seiman itu memang nyata adanya di sini, di Indonesia. Tidak, karena kaupun bisa membaca di media massa bahwa ajaran kebencian ini dalam beberapa hal, ternyata bukan monopoli Indonesia saja. Di sebuah kawasan, telah berabad-abad lamanya umat manusia di sana selalu berperang dan saling bunuh atas nama Tuhan."
"Ah Ji, kau salah. Bukankah semua agama mengajarkan kedamaian?", ia mengangkat alisnya, protes.
"Ca, coba kau definisikan apa itu agama damai!"
"OK, agama damai adalah agama yang ajarannya menyejukkan hati siapapun yang mendengarkan. Agama damai adalah agama yang menawarkan damai tidak saja bagi pemeluknya, namun juga bagi orang-orang yang memiliki keyakinan lain.", jawabnya. Tampak kepuasan dalam matanya yang bening.
"Apa lagi?"
"Agama damai adalah agama yang kitab sucinya bersih dari anjuran-anjuran memerangi dan membunuh orang lain, walaupun orang lain itu memiliki keyakinan yang berbeda. Agama damai adalah agama yang kitab sucinya tidak mendeskreditkan umat yang tidak seiman sebagai orang-orang terkutuk.", lanjutnya tambah bersemangat.
"Dan....?", kataku sambil memancing.
"Agama damai adalah agama yang mengajarkan bahwa Tuhan adalah Sang Maha Baik dan tidak mengajarkan paham deskriminasi, artinya setiap mahluk hidup di jagat raya - termasuk binatang dan tumbuhan - berhak untuk mendapatkan kemajuan dan kesempurnaan spiritual. Seluruh mahluk hidup memiliki nilai dan kesempatan yang sama di hadapanNya.", ia mencoba untuk berfilosofi.
"Dan...?"
"Agama damai adalah agama yang memiliki pemuka-pemuka agama yang arif dalam menjelaskan hakikat agamanya. Agama damai adalah agama yang umatnya memiliki hati yang besar, cukup besar untuk menampung rasa cinta, tenggang rasa, bertoleransi dan berempati pada seluruh jenis manusia, seiman atau tak seiman."
"Hati-hati Ca. Kau sudah mulai membawa umat segala. Yang kita sedang bicarakan adalah agama damai.", tanyaku sedikit memancing.
"Ji, umat adalah frontier terdepan bagi sebuah ajaran damai. Apa yang dipahami oleh umat, sedikit banyak menggambarkan ajarannya. Begini, kalau jumlah orang yang memiliki paham kebencian ini hanya satu atau dua orang, umat itu memang perlu dipertanyakan. Namun, jika jumlah umat yang memiliki paham kebencian ini mencapai jutaan, kita harus mempertanyakan ajarannya.", jawabnya dengan sedikit erengah-engah.
"OK, jika definisinya demikian, adakah agama damai di dunia ini?", tanyaku.
Ia terdiam sejenak, dan menjawab dengan yakin, "Ji, yang kutahu adalah, saat ini aku merasa sangat bahagia, karena apa yang kuyakini adalah ajaran mulia yang menjunjung nilai-nilai luhur, yang memberiku rasa damai hingga ke tulang sum sum."
Ia terdiam sejenak, dan menjawab dengan yakin, "Ji, yang kutahu adalah, saat ini aku merasa sangat bahagia, karena apa yang kuyakini adalah ajaran mulia yang menjunjung nilai-nilai luhur, yang memberiku rasa damai hingga ke tulang sum sum."
Ia melenggang pergi, dengan kepala tegak.
No comments:
Post a Comment