"Temanmu susah sekali menerima pujian.", kata seorang sahabat yang kebetulan berasal dari Belanda, Marcel namanya. Aku terhenyak sedikit ketika ia mengeluh kepadaku tentang hal itu. Tidak seberapa sih, tetapi hal yang kecil ini kalau terus mengganjal, akan menjadi-jadi, dan menyebabkannya tidak bisa tidur. Aku sebagai orang Indonesia, bisa mengerti mengapa sebagian besar orang Indonesia merasa jengah ketika dipuji. Rasa panas yang tiba-tiba akan menutupi seluruh muka, dan menyebabkan muka memerah, salah tingkah, dan ujung-ujungnya pujian yang sudah cape-cape disusun oleh seseorang yang bertujuan untuk menyenangkan hati kita, ditolak mentah-mentah. Kasihan.
Dengan kecerdasan dengan nurani, setiap individu manusia dapat membangun pengendalian diri yang sangat signifikan. Mau menerima pujian dengan lapang dada, terbuka, dan balik memuji, akan meningkatkan rasa percaya diri. Menurut Hermanto Kosasih, seorang instruktur motivasi terkemuka di tanah air, pernyataan jujur dan tulus yang diharapkan ini dkenal juga dengan "stroke", atau Claude Steiner menyebutnya dengan "Warm Fuzzy". Mereka mengatakan bahwa sangat penting artinya bagi setiap individu untuk memberi stroke, menerima stroke, meminta stroke, atau bahkan menolak stroke yang tidak diinginkan. Ketika kita melakukan hal ini, kita akan:
- memuaskan diri kita pada dahaga akan stroke.
- belajar dan belajar lagi tentang pentingnya keahlian dalam mengadministrasi stroke.
- membuang stroke beracun, dan menukarnya dengan hal-hal yang menyehatkan, intimate dan spontan.
- meningkatkan rasa percaya diri, menurunkan tendensi negatif dalam masyarakat sosial di sekeliling kita.
Percaya atau tidak, percayalah.
1 comment:
Pak Harry, terima kasih untuk quote-nya.
Memang stroke itu sangat efektif untuk menjalin hubungan baik, maupun memperbaiki hubungan yang sempat "retak". Saya sudah mengalaminya, menggunakan & merasakan manfaatnya, di keluarga, pekerjaan dan di masyarakat. Salam sukses selalu. Hermanto.
Post a Comment