Friday, November 11, 2005

Rinduku

Temanku yang sedang sekolah di negeri tetangga berkata kepadaku, bahwa orang-orang di sana jauh lebih ramah. Ketika ia bertemu dengan seseorang di tengah jalan, sapa adalah hal yang biasa ia dapatkan. Senyum dan saling mengangguk adalah menu utama yang ia peroleh setiap saat. Pada matanya, terlihat kerinduan untuk melihat hal yang sama di negeri ini.

Tidak banyak memang orang yang beruntung dapat melakukan benchmarking dengan membandingkan apa yang kita miliki dengan sumber daya yang dimiliki oleh orang lain. Tidak banyak pula orang yang dapat melakukan komparasi obyektif sehingga seluruh asesibilitas sendi-sendi sosial budaya dapat terakuisisi secara komprehensif. Namun apa sih susahnya melihat apakah budaya saling hormat menghormati yang dipercaya sebagai budaya asli bangsa Indonesia masih kita miliki? Paling sedikit pada masyarakat urban yang telah dikuasai oleh rutin hambar, tidak susah untuk menyadari bahwa perasaan empati itu sudah tak ada lagi. Layaknya penderita aleksitimia, bangsa ini bingung dalam menyadari apakah memberi perhatian pada penderitaan orang lain itu perlu ataukah tidak.

Tidak adanya lagi tenggang rasa pada beberapa kelompok anak bangsa telah menguras habis rasa prihatin mereka yang dapat melihat permasalahan bangsa secara komprehensif. Ledakan bom pada berbagai kesempatan dan semua tindakan anarkis yang menjungkir-balikkan nilai-nilai kemanusiaan di Poso dan Tentena merupakan sebagian kecil dari unjuk aras moralitas bangsa yang patut dipertanyakan. Jika penghancuran dan menyegelan rumah ibadah bukan merupakan sebuah fenomena yang aneh lagi di negeri ini, entah apa lagi yang bisa diharapkan dari bangsa ini untuk dapat menghormati kodrat kemanusiaan yang paling hakiki, berkeyakinan. Belum lagi kalau kita bicara tentang mafia peradilan, korupsi dan bagaimana pemerintah kita saat ini bermain akrobat dengan kebijakan-kebijakan moneter dan ekonominya yang luar biasa.

Gubernur Lemhanas, Muladi, bangsa ini harus melakukan tindakan luar biasa untuk menata kembali sendi-sendi kebangsaan di negeri ini. Bangsa ini tidak bisa lagi melihat babak belurnya sendi-sendi kehidupan ini hanya sebagai wacana saja. Setiap insan di negeri ini HARUS kembali melihat sebuah kompleks kenegaraan sebagai urusan kebangsaan yang dirajut dari kesepakatan bersama dari seluruh komponen bangsa. Artinya, bangsa ini bukan diperuntukkan bagi sekelompok orang saja, dan menafikan keberadaan kelompok lainnya.

Semoga.

No comments: